Jika saya mau bicara nanti, akankan Anda menerima alasan itu.
1. Pengeluaran untuk
kepentingan lembaga penuh pertanyaan, (buat apa? Notanya mana? Kenapa nggak
bilang dulu?), atau jawaban singkat (dana habis), Bila untuk refreshing otak
atau refreshing perut , ‘oke’.
Kenapa jika
saya menolak untuk mengurangi beban pegeluaran yang bukan untuk kemajuan
lembaga, malah jadi terkesan tidak mejaga kekeluargaan?
2. Rekan kerjaku bilang ‘Males
ngerjainnya’, terus tidur. Saat Anda mengetahuinya, jawabannya ‘Dia hanya pekerja honorer yang gajinya tak seberapa, apa status PNSmu dicopot
saja kalau itu saja diiri.’
Kenapa jika saya yang
bilang pada Anda jadi terkesan saya yang iri?
3. Saya tidak ikut piknik,
lagi hemat pengeluaran. Masih single, gajimu buat apa?
Mungkinkah jika saya bilang, saya
membayar pengeluaran rumah dan kuliah adik saya Anda tidak akan bilang ‘Makanya
buruan nikah dong, pilih apa lagi sih?’
Jadi saya diam, bukan tidak mau mendengar saran, egois atau yang paling
parah menentang perintah atasan saya. Jika kita tahu jawaban apa dari setiap
pertanyaan yang akan didapat dari orang yang kita tanya, atau kita tahu balasan
apa yang kita dapat dari orang yang kita ajak bicara, perlukah kita bicara
lagi. Saya berpikir, diam itu cukup.
Tapi kemudian dia bilang, ‘Kalau ada kesulitan atau
masalah bicaralah, jangan cuma diam ngga akan menyelesaikan masalah.’ Dengan konsekuensi jawaban
relatif seperti di atas. Rupanya diam pun kurang memuaskan Anda.
Kamis, 8 Februari 2017